Decluttering Bukan Solusi, #BijakBerkonsumsi Sedari Awal

0 Shares
0
0
0

Decluttering itu bukan kegiatan mengurangi untuk menambah. Decluttering untuk melatih kepekaan kita terhadap rasa cukup & cara untuk lebih mengenal mana yang kita butuhkan dan tidak. Bukan alasan untuk gonta ganti barang karena bisa declutter ujung-ujungnya ya!

Hayo.. siapa disini yang masih punya mindset bahwa decluttering itu adalah aktivitas mengurangi barang atau “buang-buang barang” saja?

Decluttering memang terdiri dari 2 kata, yaitu “de” dan “clutter


Dalam bahasa inggris, clutter mempunya arti yaitu kekacauan, kekusutan, atau berantakan.
Sedangkan tambahan kata de pada kata decluttering sebagai mengembalikan ke kondisi awal dari kekusutan atau kondisi berantakan.

“Aku udah ngelakuin decluttering, tapi kok lambat laun muncul clutter baru ya dirumah?”

“Bukannya setelah melakukan decluttering, masalahku sudah terselesaikan?”

Ibarat corong air, decluttering merupakan gerbang akhir atau ujung dari corong dimana air akan keluar. Lalu, gimana agar saat melakukan decluttering, kita secara efektif meminimalisir terjadinya clutter baru? Kuncinya adalah jangan lupakan ujung corong masuknya air, yaitu perhatikan alur masuknya barang barang baru ke rumah.

Photo by Karolina Grabowska

“Gimana dong biar nggak terjadi buang barang tapi malah belanja barang baru lagi?

“Duh, aku orangnya impulsive buyer banget, susah ngontrolnya!”

Tenang, aku sudah rangkum caraku pribadi (yang dulunya juga impulsive buyer dan FOMO) meminimalisir belanja barang baru atau gonta ganti barang lama ke barang baru!
Berikut step-by-step nya.

  1. Apakah barang lama sudah nggak berfungsi lagi?

Biasanya faktor utama kita melakukan gonta ganti barang lama ke barang baru adalah karena nggak benar benar sadar dan tidak kritis untuk bertanya hal ini ke diri sendiri.
Kita sering beralasan bahwa barang lama sudah nggak spark joy, makanya kita buang dan.. beli barang baru yang spark joy. So, kita salah menilai bahwa kita lebih fokus kepada kita telah bosan terhadap barang tersebut, bukan mempertanyakan apakah sebenarnya barang tersebut masih layak pakai atau tidak. Barang lama bisa saja kehilangan sparks-nya namun bila masih dapat berfungsi dengan baik, buat apa diganti?

Photo by Karolina Grabowska

2. Masih ada barang serupa dirumah?
Pertanyaan ini cukup efektif untuk mengingatkan kita untuk #BijakBerkonsumsi dan meningkatkan kesadaran kita pada saat ingin membeli atau membawa barang baru ke dalam rumah kita. Contoh pada saat kita ingin membeli sepatu baru, tanyakan lagi kepada diri kita, apakah kita sudah mempunya sepatu yang masih berfungsi dirumah? Mengapa kita mau membeli sepatu baru jika kita masih mempunyai 1 atau beberapa pasang sepatu dirumah? Apakah kita hanya merasa ingin atau impulsive, bukan berdasarkan butuh?

3. Kalau nggak diganti segera, apa dampaknya terhadap hidup kita?
Nah pertanyaan ini digunakan pada beberapa barang yang kondisinya agak tricky. Contoh misal kita mempunyai laptop yang telah lama kita miliki. Secara fungsi laptop kita masih mampu beroperasi dan berfungsi. Namun, kondisi laptop yang telah lama tersebut mempunyai masalah terhadap baterai atau power system-nya sehingga laptop dapat mati secara tiba tiba. Dalam kasus ini, jika menjawab pertanyaan pertama memang barang masih berfungsi, namun dampaknya adalah kinerja kita jadi terganggu dan beresiko menghambat kinerja kita jika laptop tersebut adalah sebuah tool esensial saat kita mencari nafkah, sehingga disarankan kita dapat melakukan pertimbangan untuk menggantinya jika memang dapat menghindarkan kita dari resiko. Namun, kita harus benar benar bijak dan jujur pada diri sendiri pada saat mempertanyakan hal ini ya!

Photo by Karolina Grabowska

Cukup terapkan 3 pertanyaan sederhana ini untuk mulai #BijakBerkonsumsi dan meminimalisir impulsive buying!

Jika kita mampu meminimalisir barang konsumsi yang masuk di awal, maka proses decluttering kita pun akan lebih efektif dan lebih cepat, bonusnya kamu meminimalisr terjadi clutter baru pada rumah kamu, Good Luck!


Writer: Allan Fadlansyah

Editor: Sarah Safira Sofiani & Cynthia S Lestari.

Tertarik menjadi kontributor kami? Kunjungi link berikut untuk menulis atau email draftmu ke hi.lyfewithless@gmail.com dengan subject: CONTRIBUTOR – NAMA.

0 Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like

#BijakBerkonsumsi5 Mindset Mindless Buying. Hindari Ya!

Sadar engga sih kalau dalam berkonsumsi, kita banyak dipengaruhi oleh mindset lawas yang kalau ditelaah lebih jauh bisa mendorong ke arah mindless buying dan memacu untuk belanja secara impulsif. Simak mindset yang harus ditinggalkan untuk mempraktikkan pembelian secara sadar sesuai konsep #BijakBerkonsumsi.