Review Film The Social Dilemma: Rahasia “Kejam” Dibalik Media Sosial Kita

0 Shares
0
0
0

Teknologi yang semakin maju telah mengubah pola interaksi sosial manusia. Jika dulu interaksi antar manusia terbatas hanya di lingkup tempat tinggal saja, kini dengan adanya media sosial ruang dan jarak seakan tidak ada batasnya lagi. Kemunculan media sosial membuat komunikasi antar manusia menjadi lebih mudah dan luas. Dalam kurun waktu satu dekade terakhir, media sosial telah menjadi makanan sehari-sehari yang bisa dikonsumsi selama 24/7. Namun, perkembangan sosial media tidak hanya memberikan dampak positif tapi juga memberi “racun” pada peradaban manusia tanpa disadari.

         Dampak sosial media terhadap peradaban manusia ini telah dirangkum dalam film “The Social Dilemma” keluaran Netflix yang dirilis pada tahun 2020 lalu. Film dengan genre dokumenter-drama ini disutradarai oleh oleh Jeff Orlowski yang secara garis besar membagikan pandangan sederet mantan pegawai dan eksekutif perusahaan teknologi dan media sosial terbesar di dunia seperti Facebook, Google, YouTube, Twitter, Instagram, hingga Pinterest.

Source: The Social Dilemma

         Topik yang dibicarakan dibawa secara rapi dan bertahap sehingga penyampaian pesan dari film ini terarah dan terkonsep. Mulai dari bagaimana media sosial memantau setiap aktivitas online, pola perusahaan mengambil keuntungan dari users, hingga berbagai dampak media sosial yang bercabang ke isu kesehatan mental, politik, dan lainnya.

Business Model di Balik Media Sosial

Tristan Harris, seorang mantan ahli etika desain di Google mengaku bahwa 2 miliar orang sengaja dirancang untuk aditif pada Googledan Tim Kendall, mantan eksekutif Pinterest, terang-terangan mengatakan bahwa,”Jika kamu tidak membayar suatu produk, maka kamulah produknya.”

         Ya, dengan menggunakan media sosial secara “sukarela” kita harus membagikan data-data kepada mereka. Semua aktivitas yang kita lakukan secara online semuanya direkam oleh mesin. Postingan apa yang kamu sukai, kata yang kamu cari, video yang kamu tonton, semuanya direkam dan menjadi rujukan prediksi konten apa yang akan ditampilkan di layar handphonemu. Platform biasanya akan memberikan rekomendasi konten sesuai dengan minatmu dan membuat ketagihan untuk terus melakukan scrolling.

Source: The Social Dilemma

         Facebook dan Google sering melakukan perubahan fitur platform mereka untuk memahami pola perilaku pengguna media sosial. Dengan memahami pola perilaku, mereka mampu menanamkan kebiasaan menatap layar tanpa henti. Teknologi berbasis kecanduaan dan psikologi ini menjadikan user sebagai kelinci percobaan yang tanpa disadari telah dimanipulasi oleh “rabbit hole” atau perangkap media sosial.

Dampak Media Sosial pada Kesehatan Mental

         Secara biologis manusia memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi, namun sosialisasi yang berlebihan akan berdampak pada kecanduan. Inilah yang menjadi masalah dalam berinteraksi lewat media sosial. Interaksi semu berupa pemberian emoticon jempol, hati, senyum, dan ekspresi lainnya dianggap sebagai “tolak ukur” popularitas.

         Anak-anak remaja yang emosinya masih labil sangat rentan terhadap ancaman kecanduan media sosial. Salah satu adegan di film ini menunjukkan efek bagaimana seorang gadis remaja yang kecanduan media sosial dan tak bisa lepas dari gadget, bahkan saat makan malam bersama keluarga. Ironis, anak tersebut “terhubung” dengan orang tak dikenal di media sosial namun “terputus” dari keluarganya sendiri di rumah. Adegan lain menunjukkan unggahan foto milik sang gadis yang dikomentari negatif. Satu komentar tersebut membuatnya menjadi insecure dengan penampilannya.

         Media sosial mampu mengambil “identitas diri” anak dan mengakibatkan mereka  merasa tertekan, seolah dituntut untuk mengikuti standar “kecantikan mustahil” yang dibentuk media sosial. Permasalahan ini akan berdampak pada kesehatan mental anak yang jadi lebih rentan cemas dan cenderung mudah depresi. Aturan dan pengawasan dalam bermedia sosial dari orang tua akan sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko tersebut.

https://teachwithmovies.org/wp-content/uploads/2020/12/SD3-1536×860.jpg (https://teachwithmovies.org/the-social-dilemma/)

Visualisasi Mesin Intelegensi Artifisial (Artificial Intelligence, AI)

         Selain penjelasan dari mantan pegawai, The Social Dilemma juga menambahkan plot fiksi untuk memberikan kesan dramatis sekaligus gambaran kepada penonton agar dapat memahami informasi secara jelas. Plot tersebut berfokus pada kisah tiga bersaudara Ben, Cassandra, and Isla yang merepresentasikan tiga tipe remaja. Ben seorang remaja SMA yang ketagihan dengan gadget, sang kakak Cassandra yang mampu mengendalikan diri dan tidak terperangkap media sosial, dan si bungsu Isla ABG yang masih labil dan mudah terpengaruh komentar di media sosial. Kisah Ben menjadi sorotan karena hadirnya visualisasi program AI, ditampilkan dalam bentuk tiga orang pria yang mengawasi dan mengontrol algoritma media sosial Ben. Adegan AI memberikan gambaran bagaimana “kejam” nya perangkap media sosial yang mampu membentuk polarisasi antar manusia, dicontohkan dengan adanya perbedaan pandangan politik antara sayap kiri dan sayap kanan hingga berujung pada human chaos.

Source: The Social Dilemma

Fakta-fakta yang digambarkan dalam The Social Dilemma menjadi sangat relate pada masa pandemi seperti kita rasakan sekarang dimana semua aktifitas dituntut menjadi serba online dan kerap mengaburkan batas antara realita dan dunia maya. Berikut ini beberapa tips #BelajarJadiMinimalis untuk menghindari kelelahan mental akibat kecanduan media sosial.

Nilai-nilai atau Prinsip Minimalisme dari The Social Dilemma:

  1. Menyaring konten media sosial

         Penting untuk memilah dan menyaring jenis konten yang kita konsumsi di media sosial. Seperti yang telah dijelaskan diatas, algoritma media sosial akan muncul sesuai dengan prediksi perilaku pengguna-nya.  Oleh karena itu kita harus teliti memilah siapa orang yang kita follow dan selalu crosscheck berita yang kita baca agar tidak termakan hoaks.

2. Mindful dalam membagikan konten yang akan disebarluaskan

         Dengan adanya media sosial sangat mudah untuk membagikan informasi dalam satu ketukan. Namun, selalu pastikan bahwa informasi yang kamu bagikan benar dan tidak disinformasi karena tidak semua orang memiliki kepekaan untuk melakukan pengecekan terlebih dahulu.

3. Tidak over-sharing informasi pribadi

         Membagikan informasi di media sosial harus berhati-hati karena media sosial diisi oleh berbagai macam jenis user. Tidak hanya mereka yang ingin memperluas networking tapi juga ada mereka yang berniat jahat dengan memanfaatkan data yang tersebar di internet. Dengan tidak over-sharing informasi pribadi di media sosial kita telah mengurangi risiko data kita digunakan untuk hal yang tidak-tidak.

4. Membatasi waktu penggunaan gadget

Prediksi konten yang sesuai dengan minat kita jika tidak dikontrol akan membuat kita ketagihan untuk mengkonsumsinya terus-menerus. Oleh karena itu, kita harus sadar dan membatasi diri jika media sosial telah meng-take over diri kita dari realita kehidupan. Jika sudah merasa terlalu kecanduan, segera jauhkan gadget dari pandanganmu dan coba lakukan aktivitas lain yang dapat mendistraksimu dari bermain gadget. Sebagai alternatif kamu bisa membersihkan rumah, berjalan kaki keliling kompleks, membaca buku, berkebun, memasak, olahraga, atau kegiatan lainnya yang menarik bagi dirimu.

Bagaimana? sudah mulai lebih waspada dalam menyikapi sosial media?


Tulisan ini hasil karya kontributor kami, Rizky Rachmadiani.

Editor: Sarah Safira Sofiani & Cynthia S Lestari.

Tertarik menjadi kontributor kami? Kunjungi link berikut untuk menulis atau email draftmu ke hi.lyfewithless@gmail.com dengan subject: CONTRIBUTOR – NAMA.

0 Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like