Serba-serbi Tren Deinfluencing

0 Shares
0
0
0

Deinfluencing dipopulerkan oleh para kreator platform TikTok di awal tahun 2023. Pada dasarnya, inti dari konten deinfluencing adalah ajakan terhadap orang lain untuk lebih bijak dalam berkonsumsi dengan membatasi pembelian produk dan menumpuk barang. Dimana hal tersebut diinisiasi sebagai kebalikan dengan konsep influencing, yaitu saat seseorang atau yang biasa juga dikenal sebagai influencer, mempengaruhi dan mengajak konsumen potensial untuk membeli suatu produk tertentu melalui promosi yang pada umumnya dilakukan melalui media sosial. 

Photo by Sasha Kim

Kenapa Deinfluencing jadi Perbincangan?
Deinfluencing pada awalnya dilakukan sebagai bentuk ketidaksetujuan pada konsumerisme dan pembelian secara impulsif yang didorong oleh banjirnya rekomendasi ‘must have items’ dari para influencers. Apalagi seringkali banyak yang menganggap bahwa review yang dilakukan oleh influencers tidak didasari opini dan pengalaman yang jujur, melainkan hanya karena kerja sama dengan merek semata. Banyak orang yang akhirnya terjebak dalam pola konsumsi yang tidak sehat ataupun membeli suatu barang yang kurang bermanfaat bagi diri mereka.

Gerakan deinfluencing diharapkan bisa mencegah orang untuk melakukan pembelian yang viral tetapi ternyata tidak sebanding dengan klaimnya. Biasanya pembuat konten deinfluencing akan melakukan review terhadap suatu produk kemudian menentukan apakah barang tersebut sesuai dengan apa yang dipersepsikan oleh banyak orang selama ini, terutama dari segi kualitas dan fungsionalitasnya. Selain itu, apabila terdapat barang alternatif dengan harga yang lebih sepadan maka biasanya juga akan menjadi hal yang turut dibahas.

Miskonsepsi Deinfluencing 
Deinfluecing bukan dilakukan dengan tujuan menyerang atau mengalahkan industri influencing yang sudah berjalan. Justru deinfluencing dapat menjadi titik terang, dimana isu kepercayaan publik terhadap digital dan social media marketing dapat meningkat karena adanya kejujuran dan opini yang kritis terhadap merek dan produk yang diulas. Para pemengaruh dapat menjangkau lebih banyak pengikut dengan membangun profil yang jujur. Sedangkan merek-merek dapat mengetahui informasi terpercaya tentang bagaimana feedback terhadap produk mereka, sehingga dapat mengembangkan inovasi baru atau melakukan perbaikan.

Photo by Keira Burton

Salah satu pemicu munculnya deinfluencing adalah sebagai bentuk penolakan terhadap konsumsi pada barang populer tanpa mempertimbangkan faktor lainnya, seperti dari segi harga maupun kualitas. Secara tidak langsung, deinfluencing memberikan peluang untuk berkembang bagi merek dengan harga rendah namun memiliki nilai manfaat yang baik. Tetapi tanpa disadari ini juga bisa berkembang menjadi hal negatif, dengan adanya masukkan terhadap alternatif barang yang lebih baik dan lebih murah maka bisa mendorong diri kita untuk membeli sesuatu yang sebenarnya tidak diperlukan. Biasanya karena merasa harga barang tergolong rendah maka menjadi pembenaran untuk langsung beli tanpa berpikir dua kali. Oleh karenanya, sebagai konsumen yang bijak pembelian harus datang dari rasa kebutuhan di dalam diri yang direnungkan dengan cermat.


Writer: Daniya Nahdi

0 Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like