5 Alasanku Memulai Hidup Minimalis

0 Shares
0
0
0

Awal tahun lalu aku memilih untuk memulai hidup minimalis, gaya hidup yang marak belakangan ini, padahal gaya hidup sederhana sudah dicontohkan Rasulullah sejak dulu. Minimalist lifestyle ini dipopulerkan juga oleh beberapa orang Jepang, seperti Fumio Sasaki dalam bukunya Goodbye Things dan juga Marie Kondo dengan Metode Konmari. Setelah mempelajari gaya hidup ini, aku merasa perlu mencoba sedikit demi sedikit sebelum benar-benar mendalaminya.

brown wooden i love you letter
Photo by: Brett Jordan

Awal aku mulai mencari tahu tentang gaya hidup minimalis ini, dengan membaca, menonton video sampai mengikuti kuliah WhatsApp. Setelahnya aku merasa tertarik dan ingin mencoba, rasanya gaya hidup ini baik dan patut diupayakan untuk lebih bahagia. Aku harus mencari Strong Why mengapa aku harus menerapkan gaya hidup ini. Strong Why ini bertujuan untuk menguatkan niat bahwa memang benar aku membutuhkan hal ini, bukan sekedar mengikuti tren atau sebatas keinginan sesaat saja. Hal ini akan sangat membantu mengupayakan prosesnya, seperti mau mencoba, tidak pantang menyerah, dsb. Setelah merenung, aku menemukan 5 alasan mengapa aku pribadi harus memulai hidup minimalis.

Tinggal di Rumah yang Tidak Terlalu Luas

Saat ini aku tinggal bertiga dengan suami & anakku, di kontrakan yang tidak terlalu luas di Jakarta. Berbeda dengan rumah orang tua di Bandung yang memang jauh lebih besar, disana aku memiliki kamar yang lebih besar dibandingkan kamar kontrakan di Jakarta saat ini. Lagipula, kamar di Bandung hanya diisi olehku seorang, sedangkan kamar di Jakarta diisi oleh 3 orang. Mau tak mau, hal tersebut memaksa kami berbagi ruang & barang masing-masing. Dulu aku beberapa kali membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, bahkan tidak penting, yang akhirnya hanya memenuhi kontrakan yang memang sudah sempit menjadi semakin sempit. Dengan gaya hidup minimalis, aku mulai mencoba merubah mindset dengan menghargai ruang. Kontrakan sempit ya jangan ditambahkan sempit dengan barang-barang yang fungsionalnya tidak urgensi.

Senang dengan Kerapihan dan Keteraturan

Aku dan suamiku, Bilal,  tipe yang menyukai kerapihan, keteraturan, juga suka perencanaan. Namun, dengan banyaknya barang dan terbatasnya ruang tempat tinggal, kami merasa tidak pernah beres dan tidak ada tempat lagi untuk menyimpan barang-barang tersebut. Sehingga barang malah ditumpuk-tumpuk dan tidak pernah rapi/teratur. Akibatnya? ya tentu kita jadi tidak happy dengan keadaan tersebut, merasa harus pindah kembali ke kontrakan yang lebih besar, padahal tempat kami ini lebih besar dari tempat tinggal sebelumnya yang hanya ngekost. Aku merasa stress sendiri dengan keadaan rumah yang tidak pernah beres, ditambah sekarang dengan mainan-mainan anak. Aku merasa Bilal pun merasakan hal yang sama, karena kami sering saling bantu urusan bebenah ini, terlebih memang kami menyukai kegiatan bebenah.  Dengan gaya hidup minimalis, peluang kami untuk merasakan kebahagiaan karena rumah rapi dan teratur lebih besar, sebab tidak terlalu banyak barang yang menumpuk. Lalu ada metode bebenah yang bisa kami pelajari agar lebih berbahagia.

Lelah dengan Keinginan Membeli Barang

blue and brown tote bag
Photo by: Lucrezia Carnelos

Aku juga wanita yang suka kecantikan, fashion, dsb. Lelah sekali ketika tergiur dengan online shop yang gak ada matinya, gratis ongkir, discount , new arrival, limited edition, dsb. Padahal budget juga belum sampai. Aku jadi stress dan gak bersyukur. Kadang aku tandai dulu, dalam hati ‘nanti kalau punya budget beli ah’, dan hampir setiap hari lihat postingan-postingan para online shop itu, tentu seringnya tergoda dan mulai tanda-tandain barang yang disuka, lalu sedih, kecewa, gak bersyukur karena saat itu gak ada budget buat belinya. Akhirnya aku menyerah, lelah sangat dengan kondisi seperti itu. Dengan mindset minimalis aku tidak merasa lelah dengan keinginan membeli barang karena menjadi lebih fokus pada apa-apa yang aku butuhkan, bukan pada yang aku inginkan, menghilangkan pola pikir konsumtif. Mindset minimalist juga akan membuat pikiranku lebih terbuka pada hal-hal yang baru yang lebih bermanfaat.

Sudah Harus Banyak Menabung

Kami merasa sudah saatnya untuk fokus menabung, utamanya memang untuk pendidikan Nada, anak kami yang sudah menginjak 3 tahun, selebihnya tentu untuk dana pensiun, dana darurat, dana ibadah ke tanah suci, dana traveling, dsb. Banyak ya? iyap! maka kami memilih untuk fokus menabung/investasi. Dengan minimalist lifestyle ini dapat mendukung kami dalam upaya menabung/investasi, terlebih tidak lagi diperbudak keinginan membeli ini dan itu sehingga kami dapat saving lebih.

Ingin Memiliki Banyak Waktu Me Time

Merasa waktu begitu cepat berjalan, berlalu begitu saja, ditambah kesibukan menjadi ibu rumah tangga yang tidak pernah selesai pekerjaannya dari bangun sampai tidur lagi, ini sangat melelahkan. Terkadang aku dapat me time ketika malam Nada sudah tidur, namun itu seperti memotong jatah tidurku juga, atau di weekend ketika Bilal libur. Rasanya sedikit sekali waktu untuk me time, bahkan sekarang ini aku sudah jarang sekali membaca buku, padahal aku ingin sekaliii. Pikiranku juga terasa penuh, entah memikirkan apa. Ya mungkin banyaknya pikiran tidak penting seperti memikirkan baju yang ingin aku beli tapi tidak ada budget-nya.

0 Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like