Katanya Gaya Hidup Minimalis, Kok Malah Bikin ‘Nangis’?

0 Shares
0
0
0

Gaya hidup Minimalis rasa-rasanya sudah tidak asing lagi di telinga anak muda. Bahkan sempat jadi trend di kalangan milenial. Pada dasarnya, gaya hidup minimalis dimaksudkan untuk membawa dampak yang sangat baik pada kehidupan saat ini hingga kedepannya. Gaya hidup minimalis mengajarkan agar kita memiliki kesadaran dalam menggunakan setiap barang yang dimiliki. Selain itu, gaya hidup ini juga mengajak orang-orang supaya tidak membudidayakan kegemaran menimbun barang.

Tapi kalau tidak bijak, gaya hidup minimalis ini kok malah bisa bikin ‘nangis’ ya?

Foto oleh cottonbro studio

Waduh! Nangis yang seperti apa tuh? Para influencers yang menekankan visual minimalis seringkali mengusung konsep estetik. Barang-barang yang mereka miliki bisa dibilang cakep-cakep dengan tone warna senada seperti putih, abu-abu, hitam, hingga warna-warna netral. Kalau tidak bijak menanggapi trend visual minimalis ini, bisa-bisa kita jadi boncos karena harus mengganti pernak-pernik barang kita dengan yang estetik.

Coba amati rumah kalian semua. Ada banyak barang warna-warni yang tidak estetik jika diperhatikan baik sepintas apalagi lebih dalam, bukan? Ada botol minum hijau, wadah bekal kuning, sendok plastik ungu, rak peninggalan nenek moyang yang sudah berkarat, hingga baju tidur warna-warni. Semua barang-barang tersebut tadinya tidak mengganggu dan memudahkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun setelah mengenal gaya hidup minimalis dan melihat para influencers mengabadikan a day in my life mereka, kok barang-barang tadi jadi terasa mengganggu ya?

Lalu bagaimana? Apa harus segera mengganti semuanya dengan warna-warna yang lebih senada biar jadi estetik dan terkesan lebih minimalis? Kalau iya, maka siap-siap saja kantong jebol dan nangis di pojokan karena tagihan melonjak! Ya! Gaya hidup minimalis yang tidak direspon dengan bijak bisa membuat kita semua belanja dengan lebih impulsif.

Padahal esensi gaya hidup minimalis ini bukanlah tentang mengganti semua barang-barang yang tidak estetik, bukan tentang mengganti barang-barang jadi senada, melainkan soal hidup yang lebih sederhana, lebih simple.

Menurut Break The Twitch, yaitu salah satu media platform minimalis asal Amerika, gaya hidup minimalis ini bicara tentang meminimalkan gangguan sehingga kita bisa melakukan hal-hal penting saja. Kita akan menjadi lebih fokus pada hal-hal pokok dalam hidup dan menghilangkan yang tidak perlu. Sebagai contoh, kita bisa mulai menyingkirkan pakaian yang sekiranya memang sudah tidak pernah dipakai lagi. Pakaian yang ukurannya tidak pas namun sering kali dipaksakan dengan aneka dalih seperti, ‘kalau kurus akan kepake lagi’.

Foto oleh Liza Summer

Gaya hidup minimalis membantu kita menyingkirkan hal tidak penting seperti barang-barang yang tidak terpakai lagi. Bukan mengajarkan tentang mengganti barang layak pakai dengan yang lebih estetik. Ini sih jatuhnya nambah-nambahin sampah dan bikin kantong jebol!

Cara Memulai Gaya Hidup Minimalis
Memulai gaya hidup minimalis sebenarnya bisa dari banyak cara. Tapi saran saya sih jangan terlalu ekstrem. Pengalaman sebelumnya, saya gencar sekali membuang barang-barang yang ada di rumah dan berujung dengan belanja lagi. Saya engga punya banyak baju tidur, tapi yang warna-warni saya singkirkan seakan sudah tidak perlu. Padahal saya cuma mau ganti yang lebih netral warnanya, yang lebih estetik dan enak dipandang, yang lebih ‘minimalis’. Alhasil keranjang marketplace saya jadi meledak.

Jadi, cara ekstrem tentu tidak akan berhasil bagi kebanyakan orang (termasuk saya), sehingga harus ganti metode. Akhirnya saya mengubah cara memulai gaya hidup minimalis. Saya belajar dengan mempelajari diri sendiri terlebih dulu. Saya jadi lebih hati-hati dalam membeli atau memasukkan barang apa pun, sekecil pouch ke dalam rumah.

Saya akan bertanya ke diri sendiri apakah saya memang suka barang tersebut? Apakah barang itu akan mempermudah hidup saya? apakah saya akan benar-benar memakai barang itu?
Dikarenakan hal itu saya jadi lebih bisa mengontrol diri dalam berbelanja. Saya tidak lagi beli pakaian karena tren. Saya juga tidak mengabaikan pakaian-pakaian saya yang lainnya hanya karena ada yang lebih saya sukai. Semua pakaian yang ada di lemari kini benar-benar terpakai sesuai dengan fungsinya.

Selain itu, saya juga mulai tidak mengambil souvenir ketika menghadiri sebuah acara pernikahan. Sudah bukan hal baru jika di pernikahan akan tersedia souvenir, bukan?
Souvenir itu bisa saja pouch, mangkuk kecil, dan sebagainya. Kalau sekiranya itu tidak diperlukan, maka saya tidak akan mengambilnya. Buat apa menumpuk souvenir di rumah yang ujung-ujungnya hanya menjadi bahan koleksi dan memenuhi lemari?

Kesimpulannya, gaya hidup minimalis itu baik asal tahu pasti arahnya ke mana. Jangan sampai malah bikin nangis gara-gara memilih mengganti perabotan di rumah dengan yang lebih estetik dan dianggap lebih ‘minimalis’. Ingat ya, gaya hidup ini mengajak kita untuk hidup lebih simple, bukan malah impulsif belanja demi mengganti apa yang masih layak pakai!

0 Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like